Kamis, 09 November 2017

Kahiyang (Oleh : Abad Badruzaman)

Senang sekali kemarin bisa mengikuti seluruh prosesi pernikahan Kahiyang-Bobby. Yang datang ribuan. Rame, semarak, tapi tetap khidmat dan syahdu.

Tapi yang namanya manusia, dari ribuan itu ada saja yang melihat hajatan itu dari "sisi lain".
Di sela-sela mengikuti rangkaian prosesi, dari orang-orang yang ada di sekeliling, saya menangkap setidaknya tiga orang memandang perhelatan ini dari sisi yang berbeda. Kesemuanya menyimpang dari pandangan "main-stream" yang melihat acara ini secara positif dan simpatik.
Ada teman yang menyoroti Jokowi yang sudah dua kali menikahkan anaknya dalam tiga tahun terakhir. Artinya, selama jadi presiden, Jokowi sudah dua kali menikahkan anaknya. Semua tau anak-anaknya ada tiga. Berarti satu lagi belum nikah. Menurut teman ini, dalam hal menikahkan anak-anaknya, Jokowi mengalahkan presiden-presiden terdahulu.

Saya tidak menemukan hubungan logis antara tiga tahun masa menjabat yang sudah dilalui Jokowi dengan dua kali menikahkan anaknya. Apakah teman itu ingin berkata, "Selama jadi presiden, siapa pun gak boleh menikahkan anak"? Ataukah ia mau bilang, "Boleh menikahkan tapi jangan lebih dari sekali"?

Atau jangan-jangan ia sedang berprasangka pernikahan itu diselenggarakan oleh Jokowi dengan cara tidak benar. Jika ini yang terjadi, betapa "kerdil" perangai teman kita ini. Orang lain sedang bahagia, alih-alih diucapi selamat, ia malah bersiul dengan bunyi gak enak di kuping.

Lain lagi dengan teman satunya. Ia menyoroti soal "kemewahan" acara pernikahan. Menurutnya acara ini bisa dilaksanakan dengan sederhana. Acara ini, menurutnya, gak lebih dari pengumuman bahwa seorang anak perempuan sudah sah jadi istri seorang laki-laki. Kata si teman, pengumuman itu bisa disampaikan via twitter atau vlog. Ia yakin bahwa itu bagus, asyik dan kekinian.

Saya cuma ngebayangin seorang yang kebetulan kepala negara ngadain hajat nikahan di sebuah bale desa misalnya, demi sebuah kesederhanaan, lalu mengumumkannya cuma via twitter atau vlog. Kekinian si kekinian, tapi kudu proporsional juga kali ya.

Teman terakhir, emak-emak, matanya terus saja beredar ke semua yang hadir seakan mamastikan setiap yang datang adalah si A kedudukannya sebagai B. Penasaran saya nanya, "Cari siapa?" "Kasian ya Kahiyang, pernikahannya gak dihadiri neneknya," jawabnya sok peduli.
Serentak para ibu-ibu yang berada di samping emak-emak itu menunjuk ke muka, "Itu loh neneknya Mbak Kahiyang! Jelas gitu, semua orang sini tau." Emak-emak itu langsung mingkem, lalu pergi dengan wajah merah kayak udang rebus.

Saatnya maju, menyalami sepasang pengantin serta ayah-ibu mereka. Gak banyak yang terucap saat bersalaman, cuma bilang, "Selamat ya Mas Bobby. Selamat ya Mbak Kahiyang." Seneng aja ngeliat mereka bahagia.

"Abah diundang ke Solo?"
"Jelas dong...jelas nggak!"
"Lha itu ceritanya menghadiri gituh!?"
"Ngimpi aja to Lee...masa' gak boleh!?"

Minggu, 15 Oktober 2017

SERSAN

SERIUS TAPI SANTAI (GITU AJA KOK REPOT)

Saya hidup berpatokan apa yg benar dan apa yg seharusnya, itu saja. Saya butuh pencerahan dan saya senang membagikan. Sama spt yg diajarkan org2 bijak spt Gandhi,Gus Dur dll ternyata benar hidup dlm kebenaran dan adil itu menentramkan pikiran dan jiwa kita, kita menjadi pribadi positif dan produktif.

Bahkan semua agama mengajarkan kebenaran, kasih dll meskipun umatnya kadang tdk jelas arahnya kemana. Mulai Adam, Yesus sampai Muhammad semua punya dan kisah ajaran moral dan etika jd knp kita menghabiskan waktu bermusuhan?

Mulai dr kitab dan sejarah selalu mencatat permusuhan dan pertikaian merugikan tetap manusia mengulanginya, sy tdk perlu doktrin ekslusifisme dan tdk akan repot2 belajar ilmu kecap nomer satu, hal yg menjadi pembeda adalah mental, moral dan karakter anda bukan apa agama anda ataupun warna kulit anda. Banyak hal yg bisa saya pelajari dr anda meskipun kita berbeda tp juga byk hal yg saya hindari dr anda medkipun kita memiliki persamaan.

Ajaran agama itu jelas, keTuhanan dan kemanusiaan, menguranginya atau menghilangkan salah satunya tdk akan membuat anda mjd lebih benar.

Jadi siapakah kita ini?
Kita semua peserta lomba dlm dunia ini dlm akhir yg sama, lubang tanah 1 x 2 m. Tdk ada kekayaan, kekuatan dan kemasyuranmu yg bisa menolongmu lepas dari itu. Perhitungan anda hidup didunia ini amal perbuatan dan mungkin ibadag mjd laporan stok opname anda nanti di akherat.

TEOLOGI KEMAKMURAN, EKSLUSIFISME ataupun PERMUSUHAN silahkan anda ikuti saya tidak, sy tdk butuh menumpuk apa yg ngengat bisa habiskan.

Jadi apakah saya benar? Saya bukan orang benar itu knp sy butuh teladan dan ajaran hal yg benar.

SERSAN, serius tapi santai.
Jangan hilangkan kemanusiaan krn salah arti berkeTuhanan. Jangan juga hilangkan keTuhanan krn memang ada yg tdk bisa dijelaskan didunia ini dg akal manusia.

Tdk perlu ribet, ribut mbulet hal yg tdk perlu.

GITU AJA KOK REPOT

TUHAN TIDAK PERLU DIBELA


Suatu kisah ada seekor kutu rambut yg ngikut pada bulu ketiak terbawa sampai ke pantai. Wow pikirannya melihat luasnya lautan, makhluk sekecil itu terkagum-kagum, apalagi dilihatnya seekor ikan paus besar berenang ke tepian menyemprotkan air dipunggung, akhirnya jadilah kagum si kutu ini dan jadi follower paus itu.

Kembali dirumah bertemulah si kutu ini dg kutu2 yg lain, berceritalah dia tentang paus yg raksasa, hebat dan nyemprot. Kutu2 yg lain ada yg mengikuti, ada yg menertawakan tdk percaya ada. Akhirnya ribut sendiri, muncullah istilah kafir, bidah dan sesat antara sesama kutu. Baku pukul, hina dan bunuh, yg mati mati konyol yang hidup ga jelas apa yg diikuti.

TUHAN TDK PERLU DIBELA, meskipun 6,5 milyar manusia ini semua menghujatnya Tuhan tdk akan runtuh dan jatuh sakit. Anda semua lebih kecil dari perbandingan kutu dan paus tadi, dan jelas sbg makhluk absolut Tuhan Yang Maha Kuasa tdk terbatas.

Perintah Tuhan jelas ikuti ajaranNya jadilah makhluk beradab, bermoral, berakhlak bukan saling iri, dengki dan bermusuhan yg hanya .membawa anda kepada dosa demi dosa baru. Kebusukan moral dan etika yang baru

Tidak ada hal yg anda perbuat bisa memperhebatmu shg bisa membela Tuhan. Anda bukan level Tuhan dan sdh pasti Tuhan tdk seperti anakmu yg butuh pembelaanmu.

Jadi jangan habiskan hidupmu hidup dlm euforia tdk jelas drpd anda sibuk nyimeng sempatkan diri melihat sekelilingmu lihatlah byk sesamamu manusia yg butuh uluran tanganmu tolonglah mereka itulah levelmu, itulah ajaran kitabmu.

Jadi tetap TUHAN TDK PERLU DIBELA, jgn jadi makhluk ciptaan aneh ga jelas.

Sabtu, 16 September 2017

Pencitraan (Oleh : Abad Badruzaman)


"Percaya sama saya, kalau kita kuat, kaum Rohingya kita bantu. Kalaupun kita sekarang kirim bantuan, menurut saya, itu pencitraan. Kirim bantuan pun tak sampai kadang-kadang."
Itu adalah cuplikan kata-kata Prabowo saat berorasi dalam Aksi Bela Rohingya 169 di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (16/9/2017).
Sebenarnya kata "pencitraan" ini sudah agak basi buat dibahas. Kini rasanya sudah gak terlalu relevan menggunakan kata tersebut ketika hendak "mengejek" lawan politik. Lama-lama orang bisa bedain mana pencitraan mana karakter dasar bawaan seseorang.
Orang juga semakin ngerti bahwa gak penting banget nentuin sebuah perbuatan pencitraan atau bukan, sebab mereka pada akhirnya lebih berorientasi ke hasil. Bodo amat pencitraan atau bukan; tiba-tiba jalan tol kelar, tau tau proyek mangkrak rampung, tiba-tiba bandara anyar diresmikan, tau tau pelabuhan baru dikebut, tiba-tiba juga TDL naek, tau tau gas mahal...hehe
Dalam hal bantuan ke kaum Rohingya itu, saya yakin saudara-saudara kita di sana yang kelaparan dan kedinginan itu gak bakal nanya gini ke para relawan, "Bro, ini mie instan sama selimut yang kalian bawa buat kami, hasil pencitraan bukan?" Jika ada yang sampe nanya gitu, tuh orang jahil murokkab: bodoh plus songong!
Ke Prabowo lagi. Kata-kata beliau di atas mengandung beberapa titik-lemah. Pertama: membantu harus nunggu kita kuat. Perhatikan kata-kata ini: "Percaya sama saya, kalau kita kuat, kaum Rohingya kita bantu..." Iya memang kita belum kuat, tapi kayaknya gak ada seorang pun di sini yang berpikiran bahwa Rohingya gak usah dibantu karena kita belum kuat.
Jika seorang pengamen datang menghiba uang recehan, kebetulan di dompet kita ada duit gopekan, apakah kita rela disebut bakhil dengan tidak memberi si pengamen duit gopek doang, dengan dalih bahwa kita masih nanggung cicilan ke bank hingga jutaan?
Kedua: tudingan pencitraan itu disampaikan dalam Aksi Bela Rohingya 169. Bukankah salah satu tujuan Aksi ini adalah meminta pemerintah lebih konkret dan banyak lagi membantu Rohingya? Lha sekarang, bahkan sebenarnya dari dulu, pemerintah sudah konkret dan cukup banyak membantu Rohingya, malah dikatain pencitraan. Jadi kudu kumaha atuh, Bapak?
Kelakuan "menuntut sambil mengolok-olok" kayak gitu kurang-lebih seperti tingkah Si Udin tempo hari. Ia datang menggedor pintu belakang, "Abah, pinjami aku uang, 50 rebu doang!" Kuberi ia sejumlah yang diminta. Dengan sigap Si Udin menyambar uang seraya berkata, "Apa yang abah lakuin ini cuma pencitraan, aku gak suka!" Dalam hati kuumpat Si Udin, "Din, lihat lima jari tanganku. Dari lima itu yang terbaik untukmu adalah yang tengah."

RUMAH INI MAU DI BAKAR (Oleh : Iyyas Subiakto)

Nyaris seharian keliling Jakarta, ngobrol dgn Kang Nanang supir taxi yg incomenya turun 40% krn kena imbas taxi online, ketemu Mas Eko Kuntadhi, dihadiahi buku Para Penyembah Petromaks, yg blm sempat sy baca.

""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Rebahan sambil baca uploadan teman2 di fb yg selalu jenaka, ada Edy Rumpoko Walikota Batu yg akhirnya ikut daftar ke KPK via OTT, Asma Dewi juga terus membahana karena makin jauh ditinggal kawanannya. Diujung yg lain terbaca bahwa Pak Prabowo berkomentar ttg bantuan Indonesia ke Bangladesh yg disebutnya sbg pencitraan. Lama sy membaca headlinenya, ini bercanda atau lupa, harusnya seorang mantan jendral sekelas dia dan Bacapres pula, kok bisa2nya bantuan kemanusiaan dari negaranya disebut pencitraan. Jokowi adalah rival yg pasti menyulitkan dalam laga tanduk 2019, tapi urusan kemanusiaan ditarik ke masalah persaingan perpolitikan kok jadi kelas komentar Fadli Zon diterus2kan, kelas mantan jendral jadi sama kelasnya bintang iklan Daia yg tak iya.
Beberapa kali sy nonton video saat Pak Prabowo bcr strategi pemenangan dalam kancah perebutan kekuasaan. Disana dia menyebut strategi " Rampaslah saat rumah terbakar ", mulanya sy tak paham, tp lama2 sy camkan, ini adalah strategi pembumi hangusan. Ingat Ambon, ingat Jakarta yg pernah memerah dan Jakarta yg baru saja nyaris berdarah karena sumpah serapah agama yg terarah.
Merampas saat kebakaran menjadi kata dua makna, di bakar atau terbakar, namun bila di amati, bahwa strategi itu dibuat, di rencanakan dan di eksekusi, maka tidak ada yg terbakar, yg ada adalah di bakar, membakar tidak harus dengan api, karena lidah lebih panas dari api. Kasus pilkada Jakarta menjadi nyata bekerjanya sebuah rencana dgn strategi merampas rumah yg sedang kebakaran, sangat jelas dan gampang di tebak siapa yg main dibelakangnya, untuk apa dan kenapa.
Statement Pak Prabowo atas bantuan kemanusiaan yg disampaikan pemerintah Indonesia kepada pengungsi Rohingya sbg sebuah pencitraan sungguh sangat menyakitkan, segitu parahnya sebuah kemarahan terhadap lawan politik dalam persaingan sampai2 membedakan antara kebaikan yg sedang dijalankan dan perasaan ingin menjatuhkan tidak terpilah, usaha kolektif dari bangsa ini atas nama kemanusiaan telah dihinakan oleh seorang Prabowo yg konon begitu menjanjikan bila kelak memimpin sebuah negara, kalau dgn gaya yg ditampilkannya, jangankan menjadi macan Asia, menjadi pelanduk saja, kayaknya sulit utk mengangkat kepala. Bagaimana mungkin dia akan menjadi kepala negara yg bijaksana, kalau membedakan antara bantuan 5 helikopter direndahkan dgn kata pencitraan, apakah nyari sumbangan dgn kotak indomie dipinggir jalan menjadi ukuran tindakan yg bisa dibanggakan. Dia lupa bahwa menyebar anak2 mencari sumbangan menempati trotoar Jakarta adalah pencitraan rendahan, seolah peduli Rohingya padahal hasil ngemisnya kita tak tau diaudit siapa, kata teman saya ngemis utk Aleppo yll dapat 94 m, yg dikirim cuma 20m, sisanya habis buat induk pengemis yg menjual kata solidaritas tapi kelakuan sangat tak pantas.
Jujur kami rakyat ini lelah sudah kalian buat, loncatan kemaksiatan politik kalian sudah mencapai ubun2 kemuakan yg menyesakkan, seolah kaliat mengidap glulokoma hati yg akut, ciri kalian jelas terlihat, setiap gerakan murahan berupa olok2an kpd sebuah institusi negara pasti dibelakangnya ada kalian. Aura, aroma, dan rasanya sudah begitu biasa dan selalu terasa bhw kalian sangat niat dengan kekuasaan hanya utk sebuah keserakahan. Bulshit kalian ngomong keadilan, bagaimana mungkin platform dasar berpikir yg agitatis akan menghasilkan sebuah negara yg aman dan damai, bagaimana entitas kebenaran akan dirasakan bila dalam waktu yg sama negasi atas sebuah kedamain dilakukan.
Oh Ibu pertiwi kami makin tidak mengerti, ada biri-biri ngakunya sapi, tapi yg disusui anak babi. Apakah memang harus begini nasib sebuah negeri. Jokowi jadi bekerja sendiri, yg lain mencaci maki bahkan PKI dipaksa reinkarnasi diminta nyambangi Jokowi, agar stigma terpatri bahwa dia anak PKI yg tak pantas dipilih lagi, padahal yg mau mengganti dgn cara keji rekam jejaknya begitu ngeri. Ah lelah hati kami...Cermin itu dipaksa berkata gagah yg seharusnya sebuah pengakuan sebenarnya bhw ada yg salah atas dirinya.
# Kalau mau jadi presiden jgn pakai saracen.

Sabtu, 22 Juli 2017

JOKOWI...PINTAR, JUJUR, BERANI DAN BERBUDI (Oleh : Subiakto)

Saya masih ingat awal thn 80an saat mengikuti training perhotelan di Hotel Dharma Deli Medan. Dalam briefing yg diberikan GM Hotel Dharma Deli Bp. Alm. Zain Badrun, pria kelahiran Banda Aceh ini begitu runtun memaparkan materi tentang perhotelan, beliau juga terkenanl bersih dan teliti, tidak segan beliau menyekuhkan tangannya kelubang keloset, logikanya adalah, setiap lubang keloset berleher angsa maka air yg ada dilengkungan leher keloset adalah air bersih, makanya beliau tidak segan mengecek kebersihan keloset. Akhir briefing beliau berpesan bahwa untuk maju berkarir atau kerja apa saja harus memegang 3 modal utama.

1. Pintar.
2. Jujur.
3. Berani.

Bila hanya pintar, tak jujur dan tak berani maka gagal menanti, Jujur tak pintar dan tak berani, juga kandas menepi, Berani tak pintar dan tak jujur, malah cuma lihat kanan kiri.

Bahkan anda dua poin dimiliki tanpa melengkapi ketiganya juga akan sulit mencapai prestasi, misalnya Pintar dan jujur, tapi tak berani, maka siapa yg tau bhw pintar dan jujur itu ada dalam diri. Jujur dan berani tanpa pintar, bagaimana bisa diusung, kemudian Berani dan pintar tapi tak jujur juga pasti selesai dengan sesal karena jujur adalah akhlak utk mengcover segala teknis yg disajikan, jujur menentukan segalanya dalam koridor kebaikan dan pencapaian.

3 poin diatas saya jalani dalam kurun waktu yg lama walau jujur kadang tidak semua bisa berjalan mulus, namun pada sosok Jokowi saya menemukan itu semua nyaris 100% plus akal budi yang begitu tinggi. Kita bisa mengikuti bagaimana langkah Jokowi menapaki mengurus negeri, dari awal beliau masuk pada kancah politik yg lebih tinggi, dia dicaci maki, difitnah PKI, sampai dikata-katai anjing dan babi, beliau tidak bereaksi anti kanan kiri, jalan dengan agenda kerja yg terencana, membangun tol dari ujung Sumatera sampai Papua, dia bekerja tanpa banyak bicara walau hasilnya tetap dicerca khusunya musuh politikny yg belum move on juga, malah kadang diganggu oleh orang nomor dua juga.

3 tahun kita bersamanya, Jokowi makin disenangi karena hasil kerjanya memang nyata bukan cuma retorika, dia diganggu dengan demo, isu PKI, dan banyak lagi yg membuat kita selalu ikut sakit hati. Dihari-hari makin mendekati pemilu lagi kehirukpikukan terus menghujani perpolitikan kita. Perpu Ormas digulirkan, HTI dibubarkan, sebagian warung di Senayan ikut demam karena ternyata HTI itu juga kawan yg selama ini harus dibuat aman dan nyaman, sehingga sampai banyak statemen yg mengakatan kenapa HTI dibubarkan, PKI dibiarkan, statemen totol ini keluar dari mulut cerdik pandai yg harusnya lebih kontrol bukan asal mbanyol.

Akumulasi gempuran dan serangan yg gencar kepada Jokowi, makin memanas dan bertubi-tubi, disinilah kita melihat bagaimana Jokowi bersikap. *PINTAR*, dari awal dia diremehkan dia tetap tertawa, menjawab pertanyaan wartawan dengan jenaka, taktik dulu baru strategi itulah yg dia lakoni, bukan melayani mulut-mulut lacur tak berbudi, dia tidak pernah mengundang permusuhan, namun tidak juga diam bila diusili, disini kita tau dia *BERANI* untuk apa saja tentang kebenaran yg beliau yakini.

* JUJUR * pastilah modal utamanya menjalani amanah yg diemban, karena dalam dirinya tidak ada sifat serakah yg membuncah. Lihat saja bagaimana beliau mengatur keluarganya, anak-anaknya tidak ikut mengatur istana, istrinya tetap sederhana, walau tetap dicerca gara-gara tas tangan yg dibelinya sedikit mahal dari biasa, kita selalu lupa banyak tas bergantungan ditangan para istri pejabat dari kelas kecamatan sampai penghuni Senayan yg harganya jutaan sampai milyaran, tapi kita mahfum karena kaum non move on selalu oon kayak babon, tidak ada yg benar dimata mereka karena memang mereka terlalu biasa dengan keburukan, sehingga kebaikan menjadi ganjalan dalam prilaku mereka yg rata-rata tidak pernah suka dengan pemerintah yg sah.

Jokowi, Pintar, Berani, Jujur ditopang dengan akhlak dan budi, sehingga tidak diragukan lagi beliau adalah pemimpin yg disegani, maka dengan itu kita tidak ada alasan untuk tidak bernyali mempertahankannya untuk priode kedua untuk kita dan Indonesia.

# JOKOWI ITU KITA, KITA ADALAH JOKOWI DAN KITA INDONESIA.

Rabu, 28 Juni 2017

Jonru ( Oleh : Abad Badruzaman )

Jonru bukan hanya gemar mencela Jokowi. Ulama berkelas dan pakar tafsir ternama Indonesia, yakni Ustadz Quraish Shihab pun tak luput dari cemoohan Jonru. Saya tidak pernah benar-benar memedulikan ocehan Jonru tentang Jokowi. Kebanyakan omongannya tentang Jokowi lebih sering saya anggap sebagai "hiburan" belaka; buat lucu-lucuan saja. Tapi omong-kosongnya jelang lebaran ini tentang Ustadz Quraish sungguh telah membuat kepala saya panas, hati mendidih dan dada bergolak!!

Lebaran Fitri taun ini Masjid Istiqlal menunjuk Ustadz Quraish sebagai khatib. Mengetahui hal ini Jonru di FP Facebook-nya ngomong kurang-ajar. Ia mengajak untuk tidak shalat 'ied di Istiqlal dengan alasan khatib-nya tidak beraqidah lurus, tidak mewajibkan jilbab atas muslimah, berpendapat Nabi tidak dijamin surga, dan membela Karbala. Kita ambil tuduhan Jonru yang terakhir, yakni Ustadz Quraish "membela Karbala". Orang yang sedikit saja melek sejarah umat Islam pasti tersenyum mendengar kata-kata itu; membela Karbala?! Si Jon ini, jangan-jangan gak ngerti apa itu Karbala. Tapi, asudahlah! Kita ketawakan saja kejahilannya yang berbungkus kesongongan itu!
Yang dimaksud Jonru dengan Karbala adalah Syiah. Ustadz Quraish, menurut Jonru, membela Syiah.
Karbala adalah padang di mana Sayidina Husain ra, cucu terkasih Nabi Saw. dibantai oleh pasukan Yazid. Gak harus jadi Syiah untuk menyatakan bahwa peristiwa di Karbala merupakan tragedi kemanusian, salah-satu episode terkelam dalam lembar sejarah umat ini. Tidak harus jadi Syiah untuk sedikit saja teriris hati membaca sejarah berdarah Karbala, kecuali jika hatimu terbuat dari cadas.

Jon, Ustadz Quraish aqidahnya tidak lurus? Kamu sudah baca seluruh buku karya beliau? Pada buku yang mana terdapat ketidaklurusan aqidah beliau?

Jon, Ustadz Quraish membela Syiah gegara beliau menulis buku Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan? Aku kok ragu kamu punya buku itu. Kalopun punya, jangan-jangan kamu belum membacanya. Atau sudah membacanya, tapi pemahamanmu tertutup benci dan hasud.
Jon, jangan sampe kelak di KBBI ada entry kata baru: "Jonru" yang artinya sama dengan bodoh, fitnah, dengki, dan benci!

Jon, kamu ada minat jadi ganteng gak?
Sini aku gigit kupingmu pake tang!

Kahiyang (Oleh : Abad Badruzaman)

Senang sekali kemarin bisa mengikuti seluruh prosesi pernikahan Kahiyang-Bobby. Yang datang ribuan. Rame, semarak, tapi tetap khidmat dan sy...